YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Senin, 20 Januari 2014

UHIBBUKI FILLAH SENSEI




                 Tak pernah kusangka, aku akan seperti ini. Mungkin orang-orang menyangka bahwa perjalanan panjang Tarbiyah ini berawal dari kampus hijau UNJ, yang orang-orang sebut sebagai pesantren itu. Memang benar. Aku terbentuk di UNJ.  Tapi kalau ditarik benang merahnya, ada sosok perempuan hebat di balik itu semua. Pasti kalian akan menjawab ibuku. Ya, ibu kandungku memang yang pertama. Tapi aku punya ibu lain yang tak kalah hebat. Dia dipanggil orang-orang sensei.
                 Sensei dalam bahasa Jepang berarti guru. Sensei Aning Suwarjo adalah guru Bahasa Jepang di SMK N 57 Jakarta, tempat aku menuntut ilmu empat tahun silam. Ketika diajarnya, aku duduk di tahun ketiga. Awalnya aku merasa aneh dengan perempuan itu. Kenapa? Kenapa kerudungnya panjang? Sedangkan SMK ku yang notabene SMIP (Sekolah Menengah Ilmu Pariwisata) itu menuntut para siswanya untuk tidak menggunakan kerudungnya, apalagi kalau sudah terjun di tempat kerja. Lihat saja, yang pakai kerudung hanya satu atau dua. Itupun harus dibuka ketika Praktek Kerja Lapangan. Itu salah satu alasanku menunda memakai kerudung kala itu.
                 Hari pertama diajarnya, aku sempat berfikir. Orang-orang seperti dia mungkin saja teroris. Hari kedua, ketiga, bahkan minggu berikutnya, aku masih berfikir seperti itu. Astagfirullah… Tapi minggu-minggu selanjutnya aku mulai mengenal karakternya. Ia selalu menyisipkan hikmah di balik setiap perkataannya. Dia tidak seperti guru lain yang memarahi. Tapi malah menasihati. Dia tidak menggurui tapi memberi arti. Dia tidak memaksakan tapi mengarahkan. Dia sungguh berbeda dari guruku yang lain.
                 Aku sangat tertarik dengan pendapatnya. Di kala guru SMIP berpendapat bahwa dengan bekerja tanpa menutup aurat akan mendatangkan banyak harta. Maka dia berpendapat, “Rezeki itu sudah ada yang ngatur lho, dengan menutup aurat pun kalau memang Allah berkehendak maka terjadilah”.
                 Aku semakin tertarik padanya. Tiap istirahat shalat Jum’at, ia selalu mengarahkan siswi-siswi untuk mentoring. Padahal, setauku ia tidak dibayar untuk mementoringi orang. Akupun salah satu yang menolaknya. Aku kunci pintu ruang kelasku dan malah mendengarkan musik bersama teman-teman putri sekelas Ya, walau aku selalu menolak dimentoringi, usaha kerasnya menjadi cambuk bagiku sekarang. Aku jadi semangat mementoringi dan dimentoringi anak-anak kampusku. Ternyata, nikmatnya tiada tara. Karena Allahlah yang langsung membayar jasa kita.
                 Maka semakin lama aku semakin terkesan dengannya. Sempat terbersit keinginan untuk memakai kerudung kala itu. Namun, kuurungkan. Karena rasa cintaku terhadap uang mengalahkan rasa cintaku terhadap Allah. Fikirku, kalau aku pakai kerudung waktu itu, maka tidak akan ada yang menerimaku untuk bekerja.
                 Momen terdekatku dengannya semakin terasa ketika bulan Ramadhan tahun 2009 lalu. Dengan usaha kerasnya membujuk teman-temanku yang bandel untuk Mabit, akhirnya kami satu kelas bermalam di sebuah masjid di sebelah rumah sensei. Ada yang menyiapkan untuk berbuka, ada yang menyiapkan untuk sahur besok paginya, ada yang menyiapkan untuk kultum bahkan akhirnya ada juga yang menyiapkan diri menjadi imam. Subhanallah… Betapa langkanya acara seperti itu di kalangan anak perhotelan aku rasa. (Walaupun pada beberapa kesempatan, aku tahu ada temanku yang merokok atau pacaran di pojokan)
                 Rasa cintaku kepadaNya mulai bangkit lagi ketika teman-teman terdekatku memakai kerudungan. Ya, hal itu semakin menebalkan imanku. Namun, kala libur UN aku futur lagi. Libur UN adalah ladang uang bagiku untuk bekerja paruh waktu. Dan aku harus mengurungkan niatku untuk menutup auratku.
                 Tapi mungkin Allah berkehendak lain. Hidayah itu datang padaku. Aku tak bisa menolaknya. Aku dipaksa ayahku untuk masuk UNJ. Akhirnya aku masuk ke lembah cinta. Dimana aku bertemu dengan teman-temanku. Aku mulai kenal Islam. Rasa penguatan itu hadir lagi setelah sensei tidak lagi terus di sampngku. Aku terus membenarkan tutup auratku ini. Semoga keistiqomahan ini akan terus bersamaku. Seperti sensei dan cintanya yang tak pernah pudar padaku, salah satu dari ratusan anak-anaknya.


3 komentar:

  1. terharuuuuuu .... *peluk bellaaa .. ;)

    semoga kita selalu istiqomah di jalanNYA

    keep in touch yaa ....

    uhibbuki fillaah, dear ukhti bellaa :)

    BalasHapus