Terkadang saya suka berfikir (Ketawan deh mikir
kadang-kadang)
Kenapa sih orang gak suka kucing? Padahal kucing itu kan
lucu. Bener kan??? (Jawab!!! Grrr!!!)
Yah, saya mulai suka kucing ketika saya duduk di bangku SD.
Entah kelas satu atau dua ya ketika itu. Kucing menjadi teman terbaik saya,
setelah adik pertama saya Yoga Primaguna. Kalau saya lagi males main sama si
ade, jadilah saya main sama si empus.
Kucing pertama saya bernama si Pona. Terinspirasi dari film
kartun masa itu. Lupa sih nama film kartunnya apa. Yang saya inget di kartun
itu si Pona digambarkan dengan wajah yang lucu, bulunya putih, dan ngegemesin
karena di kartun itu dia jadi kucing seorang penyanyi cantik.
Di kartun itu juga, ada kucing yang gembrot and jelek, namanya
Dora. Jelek, karena yang punya juga kaya Giant. Pemikiran saya, nama Dora imut. Buktinya Dora emon, Dora nya si boots,
atau Dora yaki. Jadilah kucing yang dilahirkan ibunya Pona, ngelahirin saudara
kembar si Pona, yang saya kasih nama si Dora. Pona sama Dora akrab banget.
Mereka itu manja. Itu semua memang sudah menjadi kebiasaan saya dan Yoga
manjain mereka (inget Yoga bukan piaraan saya).
Pona dan Dora itu suka nya dielus-elus. Gak kucing gak
manusia emang suka banget dielus. Buat urusan nyayang binatang kaya ngelus
gini, saya dan Yoga emang udah diajarin sejak kecil. Ibu paling suka kalau ada
binatang manis di rumahnya. (Inget manis). Yah, dulu ibu punya piaraan kucing
yang juga dibiarkan ibu tidur diatas kasur springbed nya. (Saya juga suka kucing tapi gak gitu amat, karena takut dia buang air di kasur).
Pona itu memang lebih manis dari Dora. Ya makanya saya
namain Pona bukan Dora. Walau begitu Dora gak kalah waw kok. Terkadang Dora,
terlihat ngerasa iri kalau orang rumah lebih memperhatikan Pona daripada
dirinya. Lalu ia memutuskan untuk bunuh diri di pinggir kali dengan makan
tulang ikan sebanyak-banyaknya. Jadi dengan keselek tulang ikan dia akan mati mengalah demi si Pona saudara kembarnya. (Ya iya kali)
Ya, Dora jadi tidak terlalu dimanja karena memang gak seunyu
Pona. Dielus duluan Pona, dikasi tulang duluan Pona, dikasi masuk rumah duluan
Pona, diajak ke warung duluan Pona, diajak main karet duluan Pona, diajak spa
juga duluan Pona. Pokoknnya Pona is number one.
Semenjak itu, kehidupan keluarga saya menjadi ramai karena
keberadaan Pona (Dora juga). Namun, keadaan berubah pada 13 Juni 2003. (GOSH,
sampe apal tanggalnya). 13 zaman saya kecil emang jadi angka sial (sinetron
berhasil meyakinkan saya kala itu). Ya, sialnya Pona yang lucu itu wafat karena
sesuatu yang harusnya dimakan musuhnya. RACUN TIKUS. Dia memakan sebongkah ayam
yang telah diberi racun tikus oleh tetangga saya pada pagi naas tersebut. (cerita versi mbah saya) :’’(
Pagi itu, pulang sekolah tiba-tiba ia terduduk sambil
cegukan di halaman depan pintu rumah. (Yang
pulang sekolah saya!). Seperti minta bantuan dia sengaja duduk di depan pintu. Saya bingung. Sedih. Jadi gak
mood nonton film india kesayangan saya yang kala itu mungkin memutar Pretti
Zinta atau Rani Mukherje.
Nafasnya, semakin mengecil, muntahnya semakin banyak. Ketika
itu saya selalu di depannya, takut-takut dia ingin mewasiatkan sesuatu pada
saya. Saya bimbing dia
shalawat. Tapi dia cuma diem Allah berkata lain. Ya, saya harus mengikhlaskannya. ________________________________________________________________________________
Akhirnya dia pergi untuk selama-lamanya. Innalillahi wa inna
ilaihi rajiun.
Tak apa, saya masih punya Dora. Tapi rasa sayang saya sama Pona, tak bisa sepenuhnya untuk Dora. Maafkan saya Dora. Mungkin itulah yang
membuat Dora kabur dari rumah.
Hal itu membuat saya menyesal. 3
tahun bersama Pona dan hampir 4 tahun bersama Dora membuat saya merasakan
indahnya kasih sayang kepada makhlukNya yang lain selain manusia. Waktu terus
berlalu, dan saya tetap dapat dengan mudah bertemu kucing kampung di rumah. Sampai
kini pun, menginjak bangku kuliah, saya masih suka sama kucing (Inget yang
manis aja). Bahkan, saya sangat suka anggora. Namun, saya gak mampu belinya.
Saya juga sangat senang, karena adik terakhir saya justru lebih suka kucing
daripada saya.
Tantri punya mainan baru ketika saya posting cerita ini setelah
si capung piaraan om saya (capung itu nama kucing), pergi meninggalkan dunia.
Ya, kucing blang kuning item putih kampung itu belum dikasi nama. Sebutlah
namanya garong walau dia wanita. Karena dia sangat suka menggarong ikan di
rumah. Eniwei, sampai saat ini belum ada kucing lain yang dapat menggantikan
Pona. I love you Pona.
Thanks to Mom, karena telah mengajarkanku mencintai makhlukNya yang lain. Aku belajar banyak darimu Bu.
Thanks to Yoga dan Tantri yang juga mau mencintai makhlukNya. Kalian adalah teman terbaikku sebelum Pona.
Thanks to Pona karena telah jadi makhluk ter unyu yang membuatku terus mencintai makhluk-makhlukNya yang lain
Thanks to Dora yang selalu bersabar menanti kasih sayangku :*